A
. Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam
tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang
tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau
yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat
tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar
atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal
dari alam, yang dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akan kekayaan
alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai mineral tersimpat dalam
bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari
berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat. Dari
sekian banyak tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu Impatien
balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah
diteliti bahawa kandungan fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat
sebagai obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji
fitokimia dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi,
morfologi dan uji mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan dalam
buku Materia Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail.
Hanya beberapa artikel dan e-book saja yang membahas tanaman ini.
Maka dari itu perlu perhatian yang
cukup mengenai tanaman ini untuk lebih dikembangkan, karena selain menambah
jenis tanaman obat kita dapat memberikan data mengenai bentuk makroskopik dan
mikroskopik tanaman pacar air.
Dari uraian diatas maka dari itu
diharapkan praktikan untuk mencari data tentang simplisia yang akan diteliti
terlebih dahulu untuk dapat membandingkan mutu dari suatu simplisia berdasarkan
ketentuan yang ada. Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam ,
simplisia dan hubungan antara obat alam dengan simplisia.
Obat Alam atau yang biasa disebut obat
herbal adalah sediaan obat baik berupa oabat tradisional, fitofarmaka dan
farmasetik, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan )
ekstrak , kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.
B. TUJUAN
PRAKTIKUM
a. Mengetahui
cara pembuatan simplisia yang baik.
b. Mengetahui
mutu simplisia daun pacar air yang baik.
c. Mengetahui
makroskopik dan mikroskopik pada simplisia Impatien Folium.
C. PERUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimanakah proses pembuatan
simplisia yang baik pada daun pacar air ?
2.
Bagaimanakah mutu yang baik dari
suatu simplisia ?
3.
Bagaimanakah cara melihat struktur
organoleptis makroskopik serta mikroskopik simpisia ?
BAB
II
II.1 DASAR TEORI
SIMPLISIA
Simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan atau mineral.
1
. Jenis Simplisia
a. Simplisia
nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.
b. Simplisia
hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia
mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa
aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan
minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
berpengaruh , antara lain adalah :
1. Bahan
baku simplisia.
2. Proses
pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara
penepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar
simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
A
. PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.
1. BAHAN
BAKU
Tanaman
obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat
berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara
kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman
Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk
menanam tumbuhan obat.
2. DASAR
PEMBUATAN SIMPLISIA
a.
Simplisia
dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan
simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan
mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan
suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan
perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan
yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
b.
Simplisia
dibuat dengan fermentasi.
Proses
fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan
kearah yang tidak diinginkan.
c.
Simplisia
dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan
simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air
dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada
simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d.
Simplisia
pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati,
talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan
harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan
lain-lain.
3. TAHAP
PEMBUATAN
Pada
umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
A. Pengumpulan
Bahan Baku
Kadar
senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :
1. Bagian
tanaman yang digunakan.
2. Umur
tanaman yang digunakan.
3. Waktu
panen.
4. Lingkungan
tempat tumbuh.
Waktu
panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian
tanaman yang akan dipanen. Waktu panen
yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman
atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman
Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina
mula-mula terbentuk dalam
akar. Dalam tahun pertama,
pemben-
tukan hiosiamina berpindah pada batang yang
masih hijau. Pada tahun
kedua batang mulai berlignin
dan kadar hiosiamina mulai
menurun sedang pada daun kadar
hiosiamina makin meningkat. Kadar
alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun
pada saat tanaman berbualz
dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh
lain, tanaman Menthapiperita muda
mengandung mentol banyak
dalanl daunnya. Kadar
rninyak atsiri dan mentol
tertinggi pada daun tanaman ini
dicapai pada saat
tanaman tepat akan
berbunga. Pada Cinnamornunz
camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang
telah tua. Penentuan bagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat
memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan
umur, perlu diperhatikan pula
saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih
baik dipanen pada pagi
hari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen
dalam sehari perlu
dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik
senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar
matahari.
Secara
garis besar, pedoman panen sebagai
berikut :
1. Tanaman yang
pada saat panen
diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan
biji ditandai dengan telah mengeringnya buah.
Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu
sebelum buah pecah secara alami dan
biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen
diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
buah seperti perubahan
tingkat kekerasan misal labu
merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh
(Averrhoa belimbi), jeruk
nipis (Citrui aurantifolia) perubahan
bentuk buah, misalnya
mentimun (Cucurnis sativus), pare
(Mornordica charantia).
3.
Tanaman
yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan
pertumbuhan dari vegetatif ke
generatif. Pada saat itu penumpukan
senyawa aktif dalam kondisi
tinggi, se-
hingga
mempunyai mutu yang terbaik.
Contoh tanaman yang diambil daun pucuk
ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4.
Tanaman
yang pada saat panen
diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah membuka
sempurna dan terletak di bagian cabang atau
batang yang menerima sinar
matahari sempurna. Pada daun
tersebut terjadi kegiatan
asimilasi yang sempurna. Contoh panenan
ini misal sembung (Blumea balsamifera).
5.
Tanaman
yang pada saat panen diambil kulit
batang, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu
pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim
yang menguntungkan pertumbuhan antara
lain menjelang musim kemarau.
6.
Tanaman
yang pada saat panen diambil
umbi lapis, pengambilan
dilakukan pada saat umbi
mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah
(Allium cepa).
7.
Tanaman yang pada saat
panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan
tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam
keadaan besar maksimum. Panen dapat
dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin.
Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia
yang benar, tidak tercampur dengan bagian
lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin
yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat
yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif
siniplisia seperti fenol,
glikosida dan sebagainya. Cara pengambilan
bagian tanaman untuk penibuatan simplisia dapat dilihat pada tabel
I hal. 6.
B. SORTASI
BASAH
Sortasi
basah dilakukan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada
simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing
seperti tanah, kerikil,
rumput, batang, daun, akar
yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang.
Tanah mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jurnlah
yang tinggi, oleh
karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
C. PENCUCIAN
Pencucian
dilakukan
untuk menghilangkan
tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur
atau
air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut
di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978),
pencucian sayur-sayuran satu kali
dapat menghilangkan 25% dari
jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga
kali, jumlah mikroba yang
tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba
awal. Pencucian tidak dapat
membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika
air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air
yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat menipercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang
umuln terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada
simplisia akar, batang atau
buah dapat pula dilakukan pengupasan
kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian
besar jumlah mikroba biasanya
terdapat pada permukaan
bahan simplisia. Bahan
yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.
D. PERAJANGAN
Beberapa
jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur
dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh
irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang
dikehendaki.
Semakin
tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga
mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan
yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat
berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena
itu bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe,
kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan
seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum
perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat
reaksi antara bahan dan logam
pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar
matahari selama satu hari.
E. PENGERINGAN
Tujuan
pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu
yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang
masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat
bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni
proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang
segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan
dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses
untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu,
merendam bahan simplisia dengan etanol
70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya
diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila
kadar air dalam
simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan
simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.
Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan
bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face
hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah. Hal ini dapat disebabkan
oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu
tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan
bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut,
sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya.
"Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu
pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300
sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah
menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300
sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan
mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai
cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya
dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
1. Pengeringan
Alamiah.
Tergantung
dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat
dilakukan dua cara pengeringan :
a. Dengan
panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif
yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan
di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong
di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol
sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan
pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya
baik dilakukan di daerah yang udaranya
panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering.
F'IDC (Food Technology Development
Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan
sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak
pengering yang diberi atap tembus cahaya
di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan.
Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula
digunakan untuk mengeringkan simplisia.
b. Dengan
diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan
sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan
Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika
melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan
pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering
yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip
pengeringan buatan adalah sebagai berikut:
“udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin
disel atau listrik, udara panas
dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan
dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip
ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah
dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat
diperoleh simplisia dengan mutu yang
lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan
waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran
dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar
air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh
simplisia dengan kadar air yang sama
dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya
tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dan cara
penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat
tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan
dengan kadar air 10 sampai 12%.
F.
SORTASI KERING
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya
merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini
dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk
kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini
dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada
rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia
dibungkus.
G. PENYIMPANAN
DAN PENGEPAKAN
Sirnplisia dapat rusak, mundur atau
berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat
menimbulkan perubahan kimia pada
simplisia, misalnya isomerisasi,
polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
2. Oksigen
udara : Senyawa
tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh
oksigen udara terjadi oksidasi dan
perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk
simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau
padat, berbutir-butir dan sebagainya.
3. Reaksi
kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya
oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi
dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari
simplisia, maka simplisia secara
perlahan-lahan akan kehilangan sebagian
airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut).
5. Penyerapan
air : Simplisia
yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan
menyerap lengas udara sehingga
menjadi kempal basah atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran
pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai
sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing
(misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga
dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk
ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya.
Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus
kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila
kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak
hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan
dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin
yang dapat mengganggu kesehatan.
B.
METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI
SIMPLISIA
Ada tiga
Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang diperlukan dalam
analisa mutu siplisia , yaitu :
1. Pengujian
Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :
a. Pengujian
Organoleptik
b. Pengujian
Makroskopik
c. Pengujian
Mikroskopik
2. Parameter
Non Spesifik :
a. Penetapan
kadar air dengan destilasi
b. Penetapan
susut pengeringan
c. Penetapan
kadar abu
d. Penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam
e. Penetapan
kadar sari yang larut dalam air
f. Penetapan
kadar sari yang larut dalam etanol
g. Uji
cemaran mikroba
3. Parameter
Spesifik :
a. Identifikasi
kimia terhadap senyawa yang disari
Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )
1.
Uji
Organoleptik
Dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji.
2.
Uji
Makroskopik
Dilakukan
dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari kekhususan
morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.
3.
Uji
Mikroskopik
Dilakukan
dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan
keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya
adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini
akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi
masing-masing simplisia. Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen
dengan derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara
pengamatan menggunakan mikroskop yaitu :
1. MIKROSKOPIK
1
Menggunakan
medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur lepas, butir pati,
butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut kelenjar lepas
serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.
2. MIKROSKOPIK
2
Serbuk
terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan larut
akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga pengamatan
dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil, rongga minyak,
parenkim, hablur, sistolit dll.
3. MIKROSKOPIK
3
·
Diakukan pewarnaan terhadap serbuk.
Sebaiknya dilakukan setelah serbuk dijernihkan dengan chloral hidrat, namun
dalam hal-hal tertentu boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului
penjernihan jaringan.
·
Pereaksi yang biasa digunakan misalnya
floroglusin-asam klorida akan menimbulkan warna merah pada sel yang berisi
lignin ( sel batu, serabut dan xilem ).
4. MIKROSKOPIK
4
Dilakukan
terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan untuk mendeteksi
ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak mengandung silika seperti
familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.
4. Parameter Non-Spesifik
1. Penetapan
Kadar Air ( MMI )
Kandungan air yang berlebihan pada
bahan / sediaan obat tradisional akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga
dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga
dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian
yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah
utuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam
simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah
tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan.
Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;
a.
Metode Titrimetri
Metode
ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat
belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion
hydrogen. Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan
reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen
pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik
yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik
akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).
Zat
yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir nitrogen atau
melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan dilakukan dengan
mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau dengan pengaduk magnit.
Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering 1,5 volt atau 2 volt yang
dihubungkan dengan tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur
sedemikian sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina
berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi
Karl Fishcer, penunjuk mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke
kedudukan semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang
lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung.
b.
Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).
Metode
ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang ulang
kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya
penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh
kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar
air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.
c.
Metode Gravimetri.
Dengan
menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap ( Anonim, 1995 ).
2 Penetapan
Susut Pengeringan ( MMI )
Susut
pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan lain ,
suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga
bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan
dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu
yang ditentukan atau hingga bobot tetap.
Susut
pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk simplisia
yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap, susut
pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia
berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban
lingkungan penyimpanan.
3 Penetapan
Kadar Abu (MMI)
Penetapan
kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu
simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal
dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya pasir
atau tanah.
4. Penetapan
Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)
Ditujukan
untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat.
5. Penetapan
Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)
Pengujian
ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air
dari suatu simplisia.
6. Penetapan
Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)
Pengujian
ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan
etanol dari suatu simplisia.
7. Uji
Cemaran Mikroba
a. Uji
Aflatoksin
Uji
ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.
b. Uji
Angka Lempeng Total
Untuk
mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka lempengan total
yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC FU/gram.
c. Uji
Angka Kapang
Untuk
mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total yang ditetapkan
oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.
5.
Parameter
Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).
Parameter
ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan
kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari
simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT).
Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia
aktif dari simplisia yang masih kasar.
Identifikasi
kimia terhadap senyawa tersari
Kandungan
kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak, senyawa
fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid, antrakuinon,
antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani, karbohidrat dan
lain-lain.
Simplisia
yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk, ekstrak atau
dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan larutan penyari
yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar, pelarut kurang
polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan kelompok kandungan
kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter minyak tanah
(petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter, clhoroform
dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya dengan
berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.
Penyarian
dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil pengocokan
terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat soxhlet.
Untuk
cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan cairan
penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan untuk
penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter sebagai
cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah terbakar.
Dengan
cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :
1. Sari
dalam eter minyak tanah atau heksana
Sari
ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya minyak atsiri,
lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid, kerotenoid. Selain
kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada klorofil dan resin yang
disebut senyawa pengotor.
2. Sari
dalam eter atau kloroform
Sari
ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :
a. Alkaloid
b. Senyawa
fenolik : * fenol-fenol
* asam fenolat
* fenil
propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
*
xanton dan stilben
c. Koponen minyak atsiri tertentu
d. Asam lemak.
3. Sari dalam etanol-air
Sari ini mengandung
zat-zat kimia sebagai berikut :
a. Garam
alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.
b. Antosianin
c. Glikosida
d. Saponin
e. Tanin
f. Karbohidrat
II.2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman dan
Simplisia
TAKSONOMI :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Geraniales
Suku : Balsaminaceae
Marga : Impatiens
Jenis : Impatiens balsamina L.
DESKRIPSI
Habitat : Tumbuhan
ini berupa herba tegak berbatang basah, yang tingginya ± 80 cm.
Akar : Terna ini berakar serabut.
Batang : Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu meter berbatang basah, lunak, bulat,
bercabang,warna hijau kekuningan yang tebal. Arah tumbuhnya tegak,
percabangannya monopodial.
Daun : Daunnya tunggal, tersebar, berhadapan, atau dalam karangan. Bentuk
daun lanset memanjang, tepi daunnya bergerigi, ujung meruncing, tulang daun
menyirip. Warna daun hijau muda tanpa daun penumpu, jika ada daun penumpu
bentuknya kelenjar. Bagian bawah membentuk roset akar. Tulang daun menyirip.
Luas daunnya sekitar 2 sampai 4 inchi. Pangkal daun bergerigi tajam,
runcing. Duduk daun spiral (daun muncul
dari batang mengikuti arah spiral) dan berhadapan.
Bunga : Tanaman ini memiliki aneka macam warana bunga. ada yang putih, merah, ungu,
kuning, jingga, dll. Jika pacar air yang berbeda warna disilangkan, maka akan
terbentuk keturunan yang beraneka ragam. Bunga zygomorph, berkelamin 2, di
ketiak. Daun kelopak 3 atau 5, lepas atau sebagian melekat, bertaji. Daun
kelopak samping berbentuk corong miring, berwarna, dan terdapat noda kuning di
dalamnya. Sedikit di atas pangkal daun mahkota memanjang menjadi taji dengan
panjang 0,2-2 cm. Daun mahkota 5, lepas. Daun mahkota samping berbentuk jantung
terbalik dengan panjang 2-2,5 cm, yang 2 bersatu dengan kuku, yang lain lepas
tidak berkuku dan lebih pendek. Ada 5 benangsari dengan tangkai sari yang
pendek, lepas, agak bersatu. Kepala sarinya bersatu membentuk tudung putih.
Bunga terkumpul 1-3. Setiap tangkai hanya berbunga 1 dan tangkainya tidak
beruas. Memiliki 5 kepala putik.
Buah : Buah kecil-kecil bentuk kapsul. Bakal buah menumpang, beruang 4-5. Dalam
satu ruangan tersebut terdapat dua atau lebih bakal biji. Buah membuka kenyal
dan termasuk buah batu dengan 5 inti. Bentuk buah elliptis, pecah menurut ruang
secara kenyal.
Biji : Benihnya endospermic. Embrio akan mengalami diferensiasi.
Sebaran dunia: Tanaman ini berasal dari Asia Selatan (India) dan Asia Tenggara.
Diperkenalkan di Amerika sekitar abad 19. Di Indonesia, tanaman ini
tersebar merata dan dipakai sebagai tanaman hias.
Sinonim : Impatiens cornuta, Linn. Impatiens
hortensis, Desf. Impatiens mutila, D.C. I.triflora Blanco
Balsamina mutila, DC. (Zainab dan
Sumiwi, 2007).
2. Kandungan
Kimia
a. Nama Senyawa :
Kumarin
b. Struktur Senyawa Kumarin :
c. Termasuk Golongan senyawa fenol.
d. Jalur
Biosintesis :
Kumarin adalah senyawa fenol yang pada
umumnya berasal dari tumbuhan tinggi dan jarang sekali ditemukan pada
mikroorganisme. Dari segi biogenetik, kerangka benzopiran-2-on dari kumarin
berasal dari asam-asam sinamat, melalui orto-hidroksilasi. Asam orto-kumarat
yang dihasilkan setelah menjalani isomerisasi cis-trans, menjalani kondensasi.
Penelitian mengenai biosintesis kumarin
pada beberapa jenis tumbuhan ternyata mendukung biosintesa ini. Walaupun
demikian, mekanisme dari sebagian besar tahap-tahap reaksi tersebut masih belum
jelas. Misalnya reaksi isomerisasi cis-trans dari asam orto-hidroksikumarat
mungkin berlangsung dengan katalis enzim atau melalui proses fotokimia atau
suatu proses reduksi-dehidrogenasi yang beruntun.
e. Sifat Fisika dan Kimia :
1) Titik leleh 199-201 ÂșC.
2) Massa relatif 192 dengan rumus molekul C10H8O4 (Adfa,
2006).
3. Efek
in vitro/ Farmakologi
Senyawa murni hasil isolasi
(1,4-naftoquinon yang tersubstitusi gugus metoksi) memperlihatkan aktivitas
antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin terhadap bakteri uji Staphylococcusaureus dan Bacillus
cereus (Adfa, 2007).
Telah dilakukan
pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol tanaman pacar air (Impatiens
balsamina L.) dengan menggunakan metode induksi edema oleh karagenan
pada kaki tikus putih jantan. Ekstrak etanol pacar air diberikan
per oral dengan dosis 250, 500, dan 1000mg/Kg BB. Indometasin 10 mg/Kg BB
digunakan sebagai kontrol positif. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa ketiga
dosis ekstrak memiliki aktivitas antiinflamasi yang berbeda nyatadibandingkan
dengan kontrol. Persentase inhibisi radang rata-rata dibandingkan terhadap kontrol
negatif sebesar 49,05, 26,8, dan 40,90% masing-masing untuk ekstrak dosis 250, 500,
dan 1000 mg/Kg, dan 69,33%untuk indometasin 10 mg/Kg (Sumiwi, 2007).
4. Analisis
a. Ekstraksi dan Isolasi
Sebanyak 3 kg
sampel daun segar Impatiens balsamina L. dimaserasi dengan
metanol 10 L selama 5 hari, kemudian difraksinasi dengan heksana dan
dilanjutkan dengan etil asetat. Sebanyak 10 g ekstrak etil
asetat dikromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel dan
eluen n-heksana, kloroform, etil asetat, metanol dengan sistem step
gradient polarity. Didapat 5 fraksi, fraksi IV dilanjutkan dengan
KLT preparatif menggunakan silika gel G. Noda yangberfluoresensi biru
dikerok lalu direndam dengan metanol selama 1 malam, disaring dan dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporator, dilanjutkan dengan rekristalisasi
menggunakan kloroform : n-heksana didapat amorf kuning seberat 6 mg
dengan titik leleh 199-201ÂșC. Setelah dilakukan kromatografi lapisan
tipis dengan pengungkap noda lampu UV 365 nm serta disemprot dengan NaOH
10% dalam metanol, memperlihatkan 1 noda biru terang, selanjutnya
dengan uap I2 tetap 1 noda (Adfa, 2006).
b. Kualitatif dan Kuantitatif
Analisis
kualitatif metabolit sekunder kultur sel pacar dilakukan terhadap kandungan
naftokinon, flavonoid, kumarin dan saponin dengan metode kromatografi lapis
tipis. Analisis kuantitatif kandungan kumarin dalam kultur suspensi sel
dilakukan dengan metode TLC Scanner(Zainab, 2007).
c. Standarisasi
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk
simplisia yang spesifik adalah, serbuk sari berbentuk oval, rambut penutup
multiseluler, kalsium oksalat rapida, dan papilla. Hasil karakteristik serbuk simplisia bunga pacar air merah diperoleh kadar
air 9,31%, Kadar sari yang larut dalam air 19,62%, kadar sari yang larut dalam
etanol 12,80%, Kadar abu total 1,14%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,25% (Anonim, 2007).
5. Manfaat Tanaman Pacar Air
Pacar air
berkasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Jenis-jenis penyakit yang dapat
dicegah dan disembuhkan oleh tumbuhan pacar air adalah: tumor usus, kanker
saluran pencernaan, usus buntu, menurunkan kolesterol, tekanan darah tinggi,
rematik, pembengkakan, sakit pinggang, kaku pinggang, leher kaku, tarsuga
(terkena duri ikan ditenggorokan), sigurdongon (peradangan dipinggir kuku),
merangsang pertumbuhan rambut, pewarnaan kuku seperti kuteks, dan lain-lain.
BAB III
III.1 SKEMA KERJA PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN PACAR
AIR
A. PEMBUATAN SIMPLISIA PACAR AIR
Siapkan Daun Pacar Air 1 kg
|
PENGERINGAN
|
SORTASI KERING
|
PERAJANGAN
|
SORTASI BASAH
|
Daun Pacar Air Dicuci dengan
Aquadest
|
PENGHALUSAN SIMPLISIA
|
B. UJI
MUTU SIMPLISIA / STANDARISASI SIMPLISIA
UJI MAKROSKOPIK
|
UJI MIKROSKOPIK
|
UJI PARAMETER
SPESIFIK
|
UJI PARAMETER NON-SPESIFIK
|
III.2 LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
NO
|
PROSEDUR
KERJA
|
KETERANGAN
|
1.
|
Pemilihan
Bahan Baku
|
a. Bahan
baku : Daun segar bunga pacar
air
b. Waktu
Panen : Dipetik usia tanam 2
bulan.
|
2.
|
Sortasi
Basah
|
Bahan
baku dibersihkan dari pengotor daun kering, kotoran belalang dan tanah yang
tercampur pada daun.
|
3.
|
Pencucian
|
Setelah
di sortasi bahan dicuci dengan aquadest.
|
4.
|
Berat
Basah Bahan Baku
|
124,36
gram
|
5.
|
Cara
Pengubahan Bentuk
|
Dengan
dirajang secara vertikal beraturan.
|
6.
|
Pengeringan
|
a. Cara
pengeringan : Dijemur dibawah sinar matahari tidak langsung.
b. Lama
pengeringan : 7 hari
c. Berat
kering : 56,4 gram
d. Kadar
air : 45,26 %
|
7.
|
Pemeriksaan
Organoleptik
|
a. Bentuk : Serbuk halus
b. Warna : Hijau tua
c. Bau : Khas Aromatik
d. Rasa : Pahit
|
8.
|
Pemeriksaan
Makroskopik
|
Serbuk
simplisia berbentuk hablur berwarna hujau tua dengan rasa pahit, dan bau khas
aromatik.
|
9.
|
Pemeriksaan
Mikroskopik
|
Pemeriksaan
mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida,
dan papilla.
|
10.
|
Penetapan
kadar air dengan cara Destilasi
|
|
11.
|
Penetapan
susut pengeringan
|
|
12.
|
Penetapan
kadar abu
|
|
13.
|
Penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam
|
|
14.
|
Penetapan
kadar sari yang larut dalam air
|
|
15.
|
Penetapan
kadar sari yang larut dalam etanol
|
|
16.
|
Uji
Cemaran Mikroba
|
|
17.
|
Identifikasi
Kimia Terhadap Senyawa yang Tersari
|
|
BAB IV
IV.1 PEMBAHASAN
Dari
hasil praktikum pembuatan simplisia daun impatiens
balsamina didapat serbuk kering simplisia daun pacar air sebanyak 56,4 gram
dengan kadar air kurng lebih 45,26%. Dalam uji standarisasi mikroskopik daun
pacar air terdapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida,
dan papilla. Uji mikroskopik menunjukkan bahwa simplisia yang dibuat telah
memenuhi standart yang telah ditetapkan, tetapi standart yang digunakan blum
diklarifikasi secara resmi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena dalam
beberapa literatur menyatakan standart yang berbeda beda. Akan tetapi dalam
literatur dapat ditemukan kesamaan kandungan mikroskopik, jadi literatur yang
saya gunakan adalah acuan yang memiliki
kesamaan dalam pemeriksaan mikroskopik. Oleh karena itu uji mikroskopik
simplisia daun pacar air masih belum bisa dinyatakan secara resmi memenuhi
standart atau tidak. Utuk pemeriksaan uji parameter non-spesifik dan spesifik
masih belum bisa dilaksanakan karena masih diperlukan beberapa literatur yang
lebih akurat, dan karena penyimpanan yang kurang baik simplisia yang digunakan
menjadi bulukan. Untuk melanjutkan uji pemeriksaan lainnya diperlukan beberapa
waktu lagi untuk proses pemanenan tanaman.
IV.2 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembuatan simplisia daun pacar air didapat hasil akhir hablur
berwarna hijau dengan berat 56,4 gram dan kadar air 45,26%. Serta hasil uji
mikroskopik didapat rambut penutup multiseluler, kalsium oksalat rapida,
dan papilla.
IV.3 SARAN
Dalam penentuan standart yang baik
perlu dilkukan percobaan yang berulang agar parameter pembanding bisa lebih
akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Anonim,
1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Anonim,
!995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis
Obat Tradisional, Jakarta, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
4. Harborne,
J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun
cara modern menganalisa tumbuhan, Bandung ITB.
5. Mukherjee,
P.K., 2002, Quality Control of Herbal
Drugs, an approach to evaluation ouf botanicals. New Delhi, Business
Horizons.
6.
Anonim, 2007, Karakterisasi Simplisia dan Isolasi
Senyawa Antosianin dari Bunga TanamanPacar Air (Impatiens balsamina Linn.), (online), (http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf, diakses 20 Mei 2010).
7.
Adfa, M., 2006, 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari
Daun Pacar Air (Impatiens
balsamina L.) Berwarna Merah, (online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf, diakses 20 Mei 2010).